Selasa, 20 Oktober 2015

Bakteri Asam Laktat (BAL)

Bakteri Asam Laktat adalah kelompok bakteri gram positif yang mampu mengubah karbohidrat (glukosa) menjadi asam laktat. Efek bakterisidal dari asam laktat berkaitan dengan penurunan pH lingkungan menjadi 3 sampai 4,5 sehingga pertumbuhan bakteri lain termasuk bakteri pembusuk akan terhambat. Mikroorganisme pada umumnya dapat tumbuh pada kisaran pH 6-8 (Bromerg dkk., 2001). Bakteri yang termasuk kelompok BAL adalah Aerococcus, Allococcus, Carnobacterium, Enterococcus, Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc, Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, dan Vagococcus (Ali dan Radu, 2000).
Pemanfaatan BAL oleh manusia telah dilakukan sejak lama, yaitu untuk proses fermentasi makanan. BAL merupakan kelompok besar bakteri menguntungkan yang memiliki sifat relatif sama. Saat ini BAL digunakan untuk pengawetan dan memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan. BAL mampu memproduksi asam laktat sebagai produk akhir perombakan karbohidrat, hidrogen peroksida, dan bakteriosin (Afrianto dkk., 2006). Menurut Rostini (2007) sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah kemampuannya untuk merombak senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga dihasilkan asam laktat. Sifat ini penting dalam pembuatan produk fermentasi. 

Fermentasi

Fermentasi adalah proses perubahan substrat pada kondisi anaerob oleh aktifitas enzim yang dihasilkan mikroorganisme. Fermentasi adalah reaksi oksidasi yang menggunakan senyawa organik baik sebagai oksidan maupun sebagai reduktan (donor elektron). Faktor penentu dalam proses fermentasi antara lain suhu, aerasi, pengadukan, aktifitas mikroba, waktu fermentasi, tipe dan kualitas bahan pangan yang difermentasi. Semua proses fermentasi membutuhkan media untuk pertumbuhan berupa bahan organik (Handajani, 2007). Fermentasi merupakan proses yang relatif murah yang pada hakekatnya telah lama dilakukan oleh nenek moyang secara tradisional dengan produk-produknya yang sudah biasa dimakan orang sampai sekarang, seperti tempe, oncom, tape, dan lain-lain (Muhiddin dkk., 2001).
Menurut Handajani (2007) syarat-syarat yang perlu diperhatikan dalam proses fermentasi yaitu :
1.        Oksigen, organisme membutuhkan oksigen untuk pertumbuhan.
2.        Nilai pH, untuk fermentasi pH diatur dan dijaga sekitar 6 sampai 7.
3.        Suhu, suhu optimum untuk pertumbuhan mikroba sekitar 28 oC – 30 oC.
4.   Substrat, kebutuhan organisme akan substrat berbeda, ada yang memerlukan substrat lengkap dan substrat sederhana.

Menurut Achi dan Akomas (2006) fermentasi digunakan secara luas untuk pengolahan dan pengawetan pangan karena teknologinya mudah dan keperluan energinya rendah serta produk akhirnya mempunyai kualitas organoleptik yang unik.

NB: Daftar Pustaka (under request, please contact me via turhadibiologi@gmail.com

DETERMINATION OF MILK QUALITY THROUGH METHYLEN BLUE REDUCTION ASSAY

DETERMINATION OF MILK QUALITY THROUGH METHYLEN BLUE REDUCTION ASSAY

Mafruhatun N., Niken Candra B., Tria Irma M., Turhadi
Biology Department, Faculty of Mathematics and Natural Science, Brawijaya University

ABSTRACT

Milk is one food that comes from animals that have a high nutrient content such as proteins, fats, minerals and some vitamins. Naturally, milk containing microorganisms is less than 5 x 103 per ml when milked in the right way and come from healthy cows. The sample used in this lab include fresh milk given four different treatments, the treatments was by refrigerated at 5 °C , incubation at room temperature (28 °C), pasteurization (28 °C for 15 min), and no treatment (fresh milk). The aim of this practice is to determine the effect of various treatments such as refrigeration and pasteurization of the milk quality, as well as to determine the quality of milk by methylene blue reduction test. The results showed that most good quality milk is pasteurized milk with indicators of methylene blue reduction time is 20 hours 30 minutes and 15 hours followed by treatment of 5 °C cooling in the refrigerator, fresh milk , and room temperature ( 28 °C) . It can be concluded that the processing of the milk affects the quality of milk .

Keywords : Methylene blue , Pasteurization , Refrigeration , Milk

Metabolisme Biodegradasi Detergen

Biodegradasi adalah perubahan senyawa kimia menjadi komponen yang lebih sederhana melalui bantuan mikroorganisme. Terdapat dua batasan tentang biodegradasi yaitu:
1. Biodegradasi tahap pertama (primary biodegradation) merupakan perubahan sebagian molekul kimia menjadi komponen lain yang lebih sederhana.
2. Biodegradasi tuntas (ultimate biodegradation) merupakan perubahan molekul kimia secara lengkap sampai terbentuk CO2, H2O, dan senyawa anorganik lain (Glendill, 1974).

Degradasi surfaktan detergen dan minyak bumi pada umumnya dimulai dari oksidasi rantai hidrokarbon paling ujung. Oksidasi ini disebut β-oksidasi yang akan menghasilkan asam karboksilat. Pada proses tersebut terdapat alkohol dan aldehida sebagai senyawa antara, karenanya dua senyawa disinfektan tersebut tidak akan terlarut sebagai metabolit (Bailey, 1989). Molekul-molekul oksigen sebagai pengoksidasi diaktifkan oleh enzim cytochrom P-450 yang mengandung Fe. Residu asam sulfonat yang masih tertinggal merupakan subjek hidrolisis bakteri-bakteri akuatik. Gugus-gugus pada asam sulfonat mudah terdegradasi di alam karena sebagai gugus polar yang mudah larut dalam air (Parker, 1993).
Menurut Davis (1990) molekul detergen yang telah terabsorbsi pada dinding sel dapat menembus membran sitoplasma dengan sistem transpor aktif. Proses oksidasi dan hidrolisis juga dapat dilakukan oleh lisosom, yang kaya dengan enzim-enzim pencerna dan pengoksidasi. Metabolit kemudian dikeluarkan dari sel melalui lisosom yang bergerak mendekati plasmolemma. Pada daerah plasmolemma kemudian terbentuk cekungan, akibat reaksi antara lubang vesikula yang bersatu dengan lubang plasmolemma. Di tempat ini sisa metabolisme dikeluarkan, proses keluarnya zat dari dalam sel disebut eksositosis. Bekteri-bakteri yang dapat mendegradasi detergen menurut Ojo dan Oso (2008) yaitu Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella aerogenes, Klebsiella liquefasciens, Enterobacter liquefasciens, Klebsiella aerogenes, Enterobacter agglomerans, E. coli, Enterococcus majodoratus, Staphylococcus albus, Proteus sp., Klebsiella oxytoca dan Brevibacterium sp.

NB: Daftar Pustaka (under request, please contact me via turhadibiologi@gmail.com

Linear Alkylbenzene Sulfonate (LAS)

Berdasarkan rumus bangun kimianya, detergen golongan sulfonat dibedakan menjadi jenis rantai bercabang dan jenis rantai lurus. Jenis rantai bercabang dikenal dengan nama alkil benzena sulfonat dan jenis rantai lurus dikenal dengan nama alkil sulfonat linier. Detergen ABS mempunyai sifat lebih sukar diuraikan oleh mikroorganisme dibandingkan dengan senyawa LAS. Hal ini disebabkan karena senyawa ABS mempunyai rantai alkilnya lurus sehigga relatif lebih mudah diuraikan oleh miroorganisme (Effendi, 2003). LAS merupakan salah satu komponen detergen yang keberadaannya di dalam ekosistem dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan ekosistem. Pada organisme tingkat tinggi, degradasi LAS melibatkan beberapa enzim yang terdapat pada lisosom (Sudiana, 2003).

Surfaktan Linear Alkylbenzene Sulfonate (LAS) bersifat mudah dibiodegradasi terutama dalam kondisi aerobik (Prats dkk., 2006). Surfaktan LAS mampu dibiodegradasi di bawah kondisi aerobik dalam media mengandung air dan sebagian besar dapat dihilangkan dengan pengelolaan limbah cair, namun sejumlah fraksi penting (sebanyak 20-25 %) terimobilisasi dalam limbah padat dan persisten dalam kondisi anaerobik (Jacobsen dkk., 2004; Sanchez-Penaido dkk., 2009).

NB: Daftar Pustaka (under request, please contact me via turhadibiologi@gmail.com

Surface Active Agents (Surfactant)

Surface Active Agents (Surfactant) merupakan senyawa organik yang bersifat sebagai zat aktif permukaan. Surfaktan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu surfaktan alami dan surfaktat sintetik. Surfaktan alami umunya memiliki bobot molekul besar, sehingga kehadirannya menyebabkan viskositas cukup besar. Jenis surfaktan ini antara lain:
1. Lesitin dan kolesterol.
2. Gom arab dan gom tragacant: merupakan senyawa kompleks dari polisakarida.
3. Lenolin: merupakan senyawa hasil pemurnian malam atau lilin kayu.
4. Alginat: merupakan senyawa yang diperoleh dari rumput laut dengan sifat dan struktur mirip gom.
5. Karagenin: merupakan senyawa ester sulfat dari kompleks polisakarida.
f.        Turunan selulosa: jenis yang banyak dipakai adalah karboksimetilselulosa (CMC).

Surfaktan alami lebih banyak dipakai sebagai emulgator dibanding pembersih atau pembasah. Surfaktan secara umum memiliki struktur molekul yang terdiri dari senyawa hidrokarbon yang bersifat hidrofobik (non polar) dan gugus fungsi yang bersifat hidrofilik (polar). Menurut Efendi (2003) hingga tahun 1965 jenis surfaktan yang biasa digunakan dalam detergen adalah alkylbenzene sulphonate (ABS) yang bersifat resisten terhadap dekomposisi biologis. Kemudian, jenis surfaktan ini diganti dengan Linear Alkylbenzene Sulfonate (LAS) yang dapat diuraikan secara biologis (biodegradable). Selain itu, surfaktan diketahui juga dapat mengganggu transfer gas. Surfaktan berinteraksi dengan sel dan membran sel sehingga menghambat pertumbuhan sel.

Surfaktan pada detergen adalah natrium alkil benzen sulfonat atau natrium alkil hidrogen sulfat. Bahan yang dipakai sebagai builder adalah natrium tripolifosfat atau tetranatrium pirofosfat (Sumardjo, 2009). Permasalahan yang ditimbulkan oleh detergen tidak hanya menyangkut surfaktan, akan tetapi juga berkaitan dengan banyaknya polifosfat yang juga merupakan penyusun detergen, yang masuk ke badan air. Polifosfat dari detergen ini diperkirakan memberikan kontribusi sekitas 50 % dari seluruh fosfat yang terdapat diperairan. Keberadaan fosfat yang berlebih menstimulir terjadinga eutrofikasi (pengayaan) perairan. Kadar surfaktan kationik 0,1-10 mg/liter dan surfaktan non ionik 1-10000 mg/liter dapat menghambat pertumbuhan alga (Effendi, 2003).
Suatu molekul sabun maupun detergen mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang dan ujung ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam pelarut non polar, sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam pelarut polar. Gambar 1 menunjukkan lambang umum suatu surfaktan. Rantai hidrokarbon pada sebuah molekul detergen secara keseluruhan tidak benar-benar larut dalam air. Namun, detergen mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel (micelles), yaitu segerombol (50-150) molekul sabun yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung-ujung ionnya menghadap ke air

NB: Daftar Pustaka (under request, please contact me via turhadibiologi@gmail.com

Sabtu, 17 Oktober 2015

Indeks Diversitas Mikroba

      Menurut Rahmawaty (2000) nilai keanekaragaman suatu organisme diditung berdasarkan nilai keanekaragaman yang dikemukakan Hill. Nilai keanekaragaman tersebut memiliki kemudahan karena dihitung dengan menggunakan orde nol, satu, dan dua, sehingga dari nilai ordo satu dan ordo dua tersebut dapat digunakan untuk menentukan jumlah suku yang melimpah dan mendominasi untuk setiap komunitas. Nilai keanekaragaman tersebut adalah sebagai berikut:
Keterangan:
S          = jumlah suku mikroorganisme yang ditemukan
λ          = Indeks Simpson
H’        = angka keanekaragaman Shannon
N0        = angka seluruh suku dalam sampel
N1        = angka kelimpahan suku
N2        = angka dari suku yang paling melimpah (dominan)

N0 merupakan jumlah seluruh suku yang terdapat di dalam sampel. N0 ini sama dengan nilai S. angka keanekaragaman Hill dihitung dengan memperhatikan dua indeks keanekaragaman yang lain. Indeks yang sering digunakan adalah indeks Shannon (H’) dan indeks Simpson (λ). Berikut ini merupakan rumus untuk menentukan indeks diversitas:
Keterangan:
Pi          = ni/N
Ni         = jumlah individu suku ke-i
N          = total jumlah individu
S          = total jumlah suku dalam sampel
 


Nilai H’ berkisar antara 1,5 – 3,5. Nilai 1,5 menunjukkan keanekaragaman yang rendah. Nilai 1,5 – 3,5 menunjukkan keanekaragaman sedang dan nilai 3,5 menunjukkan keanekaragaman yang tinggi (Rahmawaty, 2000). Sedangkan Simpson’s Diversity index menghasilkan angka antara 0 1. Semakin mendekati angka 1 maka keragaman dikatakan semakin tinggi, sebaliknya semakin mendekati angka 0 maka keragaman dikatakan semakin rendah (Hale, 2011).