Evolusi ekosistem terjadi dalam kurun waktu yang tidak terbatas sebelum
mencapai klimaks. Selama kurun waktu evolusi berlangsung, semua komponen
ekosistem mengalami perubahan. Perubahan dimulai dari salah satu komponen,
kemudian menginduksi ke komponen lainnya. Dengan demikian pada evolusi
ekosistem jelas terjadi evlusi pada semua populasi-populasi yang eksis padanya.
Dengan peristiwa ini para pakar ekologi merumuskan sutu konsep proses eologi
yang diberi nama koevolusi.
Koevolusi adalah tipe-tipe adaptasi yang khas karena hubungan antarjenis
(interspesific) makhluk hidup. Koevolusi digunakan untuk mendeskripsikan suatu
keadaan yang melibatkan serangkaian adaptasi berbalikan (resiprokal); perubahan
pada satu spesies yang berperan sebagai komponen seleksi untuk spesies lain,
dan adaptasi perlawanan dari spesies kedua yang timbul sebagai respon pengaruh
seleksi yang ditimbulkan oleh spesies pertama. Koevolusi secara intensif
dipelajari dalam hubungan predator-prey dan simbiosis yang merupakan hubungan
antarpopulasi makhluk hidup dalam komunitas.
Dalam artian terluas, koevolusi
adalah "perubahan pada objek biologis yang dicetuskan oleh perubahan pada
objek lain yang berkaitan dengannya". Koevolusi dapat terjadi pada
berbagai tingkatan biologis: ia dapat terjadi secara makroskopis maupun
mikroskopis. Tiap-tiap pihak dalam suatu hubungan evolusioner memberikan tekanan seleksi kepada pihak lainnya, sehingga mempengaruhi evolusi pihak
lain tersebut.
Makhluk hidup akan semaksimal mugkin mengeksploitasi lingkungan
kehidupannya, inilah prinsip koevolusi. Syarat terjadinya koevolusi adalah
adanya pola-pola hubungan antara spsis satu dengan spesies yang lain dalam
komunitas. Hubungan antara spesies ini akan memunculkan tipe-tipe adapasi yang
merpakan tanda terjadinya koevolusi.
Kita membatasi diri pada beberapa populasi untuk mengungkap proses
koevolusi, Suatu spesies dapat berevolusi sebagai respon dari tekanan seleksi
dari banyak spesies lainnya, dan tiap-tiap spesies lainnya juga berevolusi
merespon banyak spesies lainnya pula. Spesies merupakan bagian dari populasi
yang peka terhadap perubahan ekologis. Perilaku ini dapat menyebabkan perubahan
genetika yang kecil pada populasi yang menguntungkan satu sama lainnya.
Keuntungan yang didapatkan memberikan kesempatan yang lebih besar agar
karakteristik ini diwariskan kepada generasi selanjutnya. Seiring dengan
berjalannya waktu, mutasi yang berkelanjutan menciptakan hubungan yang kita
pantau sekarang.
Contoh kasus koevolusi adalah hubungan antara Pseudomyrmex (sejenis semut) dengan tumbuhan akasia. Semut
menggunakan tumbuhan ini sebagai tempat berlindung dan sumber makanan. Hubungan
antar dua organisme ini sangat dekat sehingga menyebabkan evolusi struktur dan
perilaku khusus pada kedua organisme. Semut melindungi pohon akasia dari hewan herbivora dan membersihkan tanah hutan dari benih tumbuhan saingan. Sebagai gantinya,
tumbuhan mempunyai struktur duri yang membesar yang dapat digunakan oleh semut
sebagai tempat perlindungan dan sumber makanan ketika tumbuhan tersebut
berbunga.
Contoh yang lain adalah hubungan antara populasi tumbuhan berbunga dalam
genus Passiflora dengan serangga herbivore kupu-kupu Heliconius. Untuk
melindungi diri dari larva herbivore ini yang memakannya, daun muda dan tunas
tumbuhan Passiflora menghasilakn zat racun. Walaupun ternyata larva Heliconius
mampu menoleransi zat pahit ini dengan enzim pemecah zat racun tersebut.
Adaptasi balik yang diberikan Passiflora, ia memberi makan bagi serangga jenis
ini dan memberi tempat untuk bertelur. Bintik daun Passiflora mengandung nectar
yang mengundang serangga lain yang
sekaligus sebagai predator Heliconius. Akibat adanya kompetisi, ancaman
Heliconius terhadap Passiflora sedikit terkurangi.
Suatu contoh koevolusi yang terjadi di sekitar kita misalnya di daerah
sekitar Merapi. Beberapa saat yang lalu Merapi mengeluarkan materi vulkaniknya.
Pada saat Merapi meletus hal ttersebut tentu menimbulkan hal-hal yang negative
seperti dengan rusaknya segala sesuatu yang ada di sekitar Merapi. Tak
terkecuali hewan dan tumbuhan yang ada di sekitarnya. Banyak tumbuhan yang mati
karena terkena dampak meletusnya Merapi. Namun dibalik semua itu, ada sebuah
hal yang tentunya akan berdampak bagi kelangsungan hewan dan tumbuhan di
sekitar Merapi. Dalam jangka waktu tertentu, materi vulkanik dari merapi akan
terurai di dalam tanah hingga menyebabkan tanah di sekitar Merapi akan subur.
Dengan adanya tanah yang subur ini maka tumbuhan yang dulunya mungkin tumbuh
sulit maka akan bias tumbuh dengan baik. Dengan keadaan tanah yang subur
tentunya tumbuhan akan menyerap lebih banyak unsure hara sehingga
pertumbuhannya akan lebih baik. Terutama tanaman perkebunan seperti
sayur-sayuran maupun teh dan sebagainya bisa menghasilkan produk yang lebih
banyak dan lebih berkualitas. Selanjutnya, dengan adanya tumbuhan yang tumbuh
dengan lebih baik akan membuat hewan-hewan yang ada di sekitarnya juga
berkembang dengan baik. Dengan ketersediaan makanan yang melimpah tentunya
membuat hewan-hewan tersebut dapat hidup dengan baik. Dengan adanya
perubahanstruktur tanah tersebut baik hewan dan tumbuhan akan beradaptasi
dengan keadaan tersebut sehingga dapat tumbuh dengan baik. Hal ini tentunya
akan berdampak baik untuk ke depannya, dikarenakan dengan adanya perubahan
strukur tanah tersebut dapat dipastikan hasil pertanian maupun perkebunan akan
lebih baik. Selain itu akan muncul varietas-vrietas yang lebih unggul daripada
varietas yang ada sebelum peristiwa tersebut terjadi. Dan kehidupan penduduk di
sekitarnya juga akan lebih sejahtera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Let's share!