Respon
akar tanaman padi terhadap kondisi kontrol (kiri) dan keracunan Fe (kanan) (Turhadi 2018)
Profil akar dan tajuk tanaman padi cv. IR64 pada kondisi kontrol dan
keracunan Fe (Turhadi 2018)
Kondisi daun yang mengalami bronzing akibat keracunan Fe (Turhadi 2018)
Keracunan Fe merupakan suatu gejala yang
ditunjukkan oleh tanaman karena kelebihan unsur Fe yang diserap dan berkaitan
dengan tingginya jumlah Fe di dalam tanah. Karakteristik umum tanah
yang dapat menyebabkan keracunan Fe yaitu adanya kelebihan Fe tereduksi (Fe2+),
pH rendah, nilai cation-exchange capacity
(CEC), dan exchangeable K content yang
rendah. Kirk (2004) juga menyatakan bahwa keracunan Fe berkaitan dengan terjadinya
defisiensi P/Zn dan toksisitas H2S. Berdasarkan studi literatur yang
telah dilakukan diketahui bahwa konsentrasi Fe yang mampu menyebabkan terjadinya
keracunan pada tanaman bervariasi karena bergantung pada genotipe, umur, dan
kondisi lingkungan (Engel et al.
2009).
Terdapat tiga kelompok keadaan tanah yang
mampu menyebabkan terjadinya keracunan Fe berdasarkan review yang dilakukan oleh Becker & Asch (2005). Kelompok 1
merujuk pada tipe tanah sulfat asam yang mempunyai karakteristik kandungan Fe2+
yang cukup melimpah yakni 500 mg/kg hingga lebih dari 5000 mg/kg, sedangkan
konsentrasi Fe pada jaringan tanaman berkisar 500 hingga 2000 mg/kg. Beberapa
area yang termasuk kedalam kelompok 1 meliputi: delta sungai Mekong di Vietnam,
daratan pantai di Afrika Barat (Liberia, Sierra Leone, Senegal) dan Thailand.
Kelompok 2 merujuk pada tipe tanah lempung (Ultisol dan Histosol). Pada tipe
tanah tersebut kandungan Fe mencapai 300 sampai 1000 mg/kg dan konsentrasi Fe
pada jaringan tanaman 300 sampai 800 mg/kg. Beberapa area yang termasuk
kelompok 2 meliputi: Filipina, Indonesia, Burundi dan Madagaskar. Kondisi tanah
pada area tersebut mempunyai potensial redoks rendah, kandungan materi organik
relatif tinggi (misalnya: tanah gambut) dan konsentrasi inhibitor respirasi (H2S)
yang tinggi. Kelompok 3 merujuk pada tipe tanah berpasir dengan drainase kurang
yang biasanya terdapat pada area lembah yang menerima aliran air dari lereng
didekatnya. Kondisi tanah pada area-area kelompok 3 ini berupa nilai CEC dan
unsur P yang rendah, konsentrasi Fe2+ berkisar 20 sampai 600 mg/kg
serta kandungan Fe pada jaringan tanaman sangat bervariasi dengan titik kritis
300 mg/kg. Beberapa area yang termasuk kelompok 3 meliputi: Guinea, Madagaskar,
pantai Gading dan Sri Lanka.
Keracunan Fe pada tanaman ditandai dengan
adanya bintik-bintik cokelat (bronzing)
pada helai daun. Adanya keracunan Fe dilaporkan menyebabkan penurunan terhadap aktivitas pertumbuhan
pada padi (Audebert & Syahrawat 2000; Audebert & Fofana 2009), gandum
Australia hexaploid (Khabaz-Saberi et al.
2010), dan tembakau (Nicotiana
plumbaginifolia) (Kampfenkel et al.
1995). Selain itu, beberapa penelitian juga telah mengungkapkan bahwa
keracunan Fe memengaruhi regulasi homeostasis Fe yang melibatkan protein-protein
transporter, produksi ROS, mengganggu metabolisme karbohidrat, hormon, dan
metabolit sekunder (Quinet et al.
2012; Bashir et al. 2014; Finatto et al. 2015). Dampak yang cukup
merugikan dari adanya keracunan Fe khususnya pada tanaman pangan yaitu
terjadinya penurunan produktivitas yang dihasilkan. Audebert & Sahrawat
(2000) melaporkan, keracunan Fe menyebabkan penurunan produktivitas tanaman
padi yang cukup bervariasi berkisar 15-30% bergantung pada varietas dan tingkat
keparahannya. Namun, pada kasus keracunan Fe yang cukup parah mampu menyebabkan
terjadinya kegagalan panen
NB: Daftar Pustaka (under request, please contact me via turhadibiologi@gmail.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Let's share!