Selasa, 25 Desember 2012

Pembuatan Preparat Apus Darah

Pembersihan Slide
Gelas obyek yang kotor harus dibersihkan dengan merendamnya dalam deterjen pada 60 ° C selama 15 sampai 20 menit, kemudian membilasnya dengan air panas sebelum dikeringkan. Gelas obyek yang  baru   perlu dibersihkan  dengan merendamnya dalam larutan pembersih kalium dikromat (20 g K2Cr2O7 dalam 100 mL air dengan 900 ml H2SO4 pekat) selama 48 jam. Setelah itu dibilas dalam air mengalir. Gelas obyek harus disimpan dalam metanol 95% dan  menyeka bersih serta dikeringkan sebelum digunakan.

Metodologi Persiapan Film Darah
Metodologi persiapan darah apus yang khas adalah: Metode Wedge ("Dorong"), Metode Coverglass ("Tarik"), Film Darah berputar(“Spun Blood Film”) direkomendasikan pengenceran darah dengan garam isotonik.

Jenis Sampel Darah
Dua jenis sampel darah vena (antikoagulan) dan kapiler, yang diperoleh dengan menusuk kulit (tanpa antikoagulan), seperti K2EDTA(Ethylene diamine tetra acetic acid) atau K3EDTA, sodium citrate, dan acid citrate-dextrose (ACD).  

Efek penyimpanan sampel
Sampel darah harus diproses secepat mungkin setelah dikoleksi. Atau bisa disimpan pada temperatur 40C selama kurang dari 8 (delapan)  jam dan harus diaduk minimal 10 kali sampai tercampur merata.

Tabung kapiler
Tabung kapiler plastik (polystyrene atau gelas)  yang direkomendasikan untuk menempatkan darah   ke gelas obyek.

Volume darah
Volume darah yang digunakan harus memungkinkan untuk mendapatkan film darah pada ketebalan yang tepat dan panjangnya 2,5 (dua setengah)  sampai 4(empat) cm.

Posisi Tetesan Darah
Posisi tetesan darah harus sekitar 1 (satu) cm dari akhir gelas obyek atau jarak 1(satu) cm dari label.

Penyebar
Idealnya, penyebar harus sedikit lebih sempit dari kaca geser. Dalam prakteknya, gelas obyek  kedua sering digunakan sebagai penyebar, dan prosedur ini dapat diterima/dilakukan.

Pemerataan darah dengan gelas penyebar
Begitu setetes darah telah ditempatkan pada gelas obyek, gelas penyebar harus bergerak mundur perlahan pada sudut sekitar 30° sampai 45° ke arah tetesan darah. Tetesan darah harus menyebar cepat di sepanjang tepi gelas penyebar itu. Setelah darah tersebar di sepanjang  tepi, gelas penyebar harus segera bergerak maju pada tingkat yang stabil, pada kecepatan cukup cepat, dan pada sudut 45° sampai semua darah telah menyebar ke gelas obyek.

Kecepatan Penyebaran
Semakin cepat darah tersebar pada gelas obyek, tebal film yang diharapkan akan didapatkan. Pelatihan dan pengalaman diperlukan untuk mendapatkan hasil yang konsisten.


Ketebalan Film Darah
Ketebalan dari film darah dipengaruhi oleh ukuran tetesan darah, tingkat hemoglobin pasien, sudut
penyebaran (semakin besar sudut, darah semakin tebal dan film pendek), dan kecepatan penyebaran.

Pengeringan Film Darah
Biasanya,  pengeringan dilakukan dengan mengeringanginkan sudah cukup. Dalam kondisi lembab, dianjurkan pengeringan dengan menggunakan dry cooller.

Pewarnaan Mei-Grünwald-Giemsa
Reagen
(1) Metanol absolute. (2) Cairan pewarna I : 0,3 g bubuk Mei-Grünwald dalam 100 ml metanol absolut; letakkan dalam wadah pada suhu kamar selama 24 jam. Ini harus disaring sebelum digunakan. Cairan pewarna  II (Giemsa stain): 1 g bubuk pewarna Giemsa dilarutkan dalam 66 ml gliserol dan dipanaskan sampai 56 ° C selama 90 - 120 menit. Setelah penambahan 66 mL metanol absolut dan tercampur sempurna, larutannya dibiarkan pada suhu kamar dalam wadah tertutup. Ini harus disaring sebelum digunakan. (3) Buffer: Sorensen yang solusi penyangga. PH harus 6,8 untuk Mei-Grünwald-Giemsa stain bukan 6,4 seperti dalam pewarnaanWright.

Metode
Langkah 1: Fiksasi  selama minimal 30 detik dalam metanol absolut.
Langkah 2: Hapus metanol dengan memiringkan gelas obyek atau hanya dengan memindahkan dari jar fiksasi.
Langkah 3: Beri larutan pewarnaan I , yang diencerkan dengan buffer (v/v) selama 5 menit pada gelas obyek yang diposisikan horizontal   atau dalam staining jar.
Langkah 4: Pindahkan gelas obyek dari jar tanpa mencuci (atau menghapus larutan pewarna dengan menahan gelas obyek vertikal) ke dalam larutan pewarnaan II yang telah diencerkan dengan 9 (sembilan) bagian larutan penyangga (buffer) selama 10 -15 menit.
Langkah 5: Pindahkan gelas obyek ke jar dengan buffer untuk 1 (satu) kali  bilas setelah menghapus pewarnaan.
Langkah 6: Cuci gelas obyek dengan air yang cukup.
Langkah 7: Transfer gelas obyek ke jar berisi air selama 2 (dua) sampai 5 (lima) menit.
Langkah 8: Keringkan gelas obyek pada posisi miring, jangan sampai pewarna kering.
Langkah 9: Tutup dengan gelas penutup (coverglass) jika diinginkan.

Komentar
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam metode ini adalah gelas obyek tidak diperbolehkan sampai kering atau menguap pada setiap langkah-langkah untuk mencegah artefak pewarnaan dan pembentukan endapan.

Sabtu, 26 Mei 2012

Jenis Cabang

1. Cabang Reproduksi (cabang orthrotrop)
Cabang reproduksi adalah cabang yang tumbuhnya tegak dan lurus. ketika masih muda cabang ini juga sering disebut wiwilan. Cabang ini berasal dari tunas reproduksi yang terdapat di setiap ketiak daun pada batang utama atau cabang primer. Setiap ketiak daun bisa mempunyai 4-5 tunas reproduksi, sehingga apabila cabang reproduksi mati bisa diperbaharui sebanyak 4-5 kali. Cabang ini mempunyai sifat seperti batang utama, sehingga bila suatu ketika batang utama mati atau tidak tumbuh sempurna, maka fungsinya dapat digantikan oleh cabang ini.

2. Cabang Primer (cabang plagiotrop)
Cabang primer adalah cabang yang tumbuh pada batang utama atau cabang reproduksi dan berasal dari cabang primer. Pada setiap ketiak daun hanya mempunyai satu tunas primer, sehingga apabila cabang ini mati, ditempat itu sudah tidak dapat tumbuh cabang primer lagi. Cabang primer mempunyai ciri-ciri (1). arah pertumbuhannya mendatar, (2). Lemah, (3). berfungsi sebagai penghasil bunga karena disetiap ketiak daunnya terdapat mata atau tunas yang dapat tumbuh menjadi bunga.
Setiap ketiak daun pada cabang primer mempunyai tunas reproduksi dan tunas sekunder. Tunas reproduksi dapat tumbuh menjadi cabang reproduksi, demikian pula tunas sekunder dapat tumbuh menjadi cabang sekunder. Namun demikian tunas reproduksi dan tunas sekunder tersebut biasanya tidak berkembang menjadi cabang, melainkan tumbuh dan berkembang menjadi bunga.

3. Cabang Sekunder
Cabang sekunder adalah cabang yang tumbuh pada cabang primer dan berasal dari tunas sekunder. cabang ini mempunyai sifat seperti cabang primer sehingga dapat menghasilkan bunga.

4. Cabang Kipas
Cabang kipas adalah cabang reproduksi yang tumbuh kuat pada cabang primer karena pohon sudah tua. Pohon yang sudah tua biasanya hanya tinggal mempunyai sedikit cabang primer karena sebagian besar sudah mati dan luruh. Cabang yang tinggal sedikit ini biasanya terletak diujung batang dan mempunyai pertumbuhan yang cepat sehingga mata reproduksinya tumbuh cepat menjadi cabang-cabang reproduksi. Cabang reproduksi ini sifatnya seperti batang utama dan sering disebut sebagai cabang kipas.

5. Cabang Pecut
Cabang pecut adalah cabang kipas yang tidak mampu membentuk cabang primer, meskipun tumbuhnya cukup kuat.

6. Cabang Balik
Cabang Balik adalah cabang reproduksi yang tumbuh pada cabang priemer, berkembang tidak normal dan mempunyai arah pertumbuhan menuju ke dalam mahkota tajuk.

7. Cabang Air
Cabang air adalah cabang reproduksi yang tumbuhnya pesat, ruas-ruas daunnya relatif panjang dan lunak atau banyak mengandung air.

Arsitektur Percabangan

Berdasarkan ada tidaknya cabang, pohon dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : Pohon Tak Bercabang dan Pohon Bercabang

Pohon tak bercabang
Pohon yang tak bercabang adalah pohon yang vegetatifnya yang terdiri hanya dari satu sumbu yang dihasilkan oleh satu meristem. Meristem lain pada sumbu yakni yang terdapat dikuncup aksilar tidak tumbuh dan berkembang. Contoh : kelapa (Cocos nucifea)

Model Holltum
Yaitu batang tumbuh terbatas, ada perhubungan terminal. Tak ada cabang (kecuali perbungaan), atau batang monopodial terbatas. Contoh : Agave sp. (agaveceage)

Model corner
Yaitu monopodial dan tak terbatas, dengan perhubungan lateral, tidak bercabang. Karena posisi perhubungannya lateral, maka maristem apical dapat tumbuh terus. Contoh : kelapa sawit (Elais guineensis, palmae)



Pohon bercabang
Yaitu semua pohon yang bagian batang diatas tanah memperlihatkan lebih dari satu sumbu dan dibentuk oleh lebih dari satu meristem. Kelompok pohon bercabang dibagi menjadi tiga (3), yaitu :

Sumbu vegetatif semuanya ekivalen dan ortotrop
Kaulomer yang tumbuh sejak awal sampai kuncup terminal berkembang menjadi bunga atau perbungaan, sehingga kaulomer terhenti pertumbuhannya , semua kaulomer ini ekivalen (sama besar) dan ortotrop (percabangan yang tumbuh tegak lurus keatas). Semua kaulomer memiliki asal, cara tumbuh dan fungsi biologis yang sama. Berikut terdapat 3 dari 4 model yang dikenal:

Model Tomlinson
Sumbu batang ortotrop akan membentuk cabang ortotrop dari kuncup ketiak dibagian batang dibawah tanah. Sumbu baru ini itu ekivalen dengan sumbu induk dan membentuk perakaran sendiri. Pembentukan sumbu baru atau kaulomer itu bias terjadi berulang kali. Contoh : pisang (Musa paradisiaca)

Model chamberlain
Sumbu vegetatif diatas tanah tegak lurus, terdiri dari sejumlah kaulomer yang berkesinambungan menjadi sumbu semu yang lurus. Kaulomer pertama tumbuh sampai kuncup terminalnya membentuk bunga atau perbungaan sehingga sumbu terhenti pertumbuhannya. Contoh : Jantropha multifida (Euphorbiaceae)

Model Leewenberg
Batang berupa simpodium, namun setiap kaulomer menghasilkan lebih dari satu kaulomer anak diujungnya, yang menepati ruang yang ada. Contoh : kamboja (Plumeria acuminate, Apocynaceae) dan singkong (Manihot utilissima, Euphorbiaceae).


Sumbu vegetatif yang terdiferensiasi
Istilah diferensiasi disini berarti bahwa diantara sumbu-sumbu baru yang di bentuk terjadi perbedaan morfologi dan terdapat specialisasi fingsional. Dalam arsitektur pohon tercermin adanya pembagian kerja. Kini dapat dibedakan sumbu batang utam dari cabang. Penempatan organ seksual yakni perbungaan, bias terminal atau lateral. Berikut ini diberikan 5 dari 15 model yang dikenal :

Model Kariba
Batang merupakan simpodium. Kuncup terminal akan berhenti tumbuh karena jaringan meristem apeks berdiferensiasi manjadi parenkim. Contoh : pulai (Aistonia macrophytia)
Model Aubreville
Batang merupakan monopodium yang tumbuh retmis (berirama). Irama tumbuh itu mengakibatkan cabang plagiotrop (tumbuh kesamping) tersusun dalam lapisan-lapisan terpisah. Contoh : ketapang (Terminalia catappa, Cobretaceae).

Model Rauh
Batang merupakan monopodium ortotrop. Pertumbuhan ritmis menngakibatkan cabang tersusun dalam karangan. Contoh : getah perca (Havea brasiliensis, Euphorbiaceae) dan Pinus perkusi (Pinaceae)

Model Massart
Batang merupakan monopodium ortotrop. Pertumbuhan ritmis mengakibatkan cabang tersusun dalam karangan. Filotaksis pada batang adalah spiral. Contoh : pala (Myristica fragrans, Myristicaceae), dan kapok (Ceiba pentandra, Bombaceae).

Model Roux
Batang merupakan monopodium ortotrop. Cabang padanya tersusun kontinu atau tersebar dan filotaksis batang adalah spiral. Contoh : kopi (Coffea Arabica, Rubiaceae).


Sumbu vegetatif dengan struktur campur
Sumbu disini adalah sumbu yang melengkung. Bagian bawah yang vertical berperan sebagai bagian batang tegak dan yang horizontal berferan sebagai cabang. Berikut diberikan 2 dari 3 model yang dikenal.

Model Champagnat
Batang berupa simpodium. Bagian distal setiap kaulomber melengkung karena terlalu berat dan tidak didukung oleh jaringan penyokong yang cukup. Contoh : kembang merak (Caesalpinia pulcherrima, Caesalpiniaceae).

Model Troll
Batang berupa simpodium. Semua sumbu berarah plagiotrop sejak dini. Contoh : flamboyant (Delonix regia, Caesalpiniaceae), dan sirsak (Annona muricata, Annonaceae).


Perubahan dalam kontruksi dasar dari percabangan
Karena masa hidup pohon cukup panjang, kemungkinan terkena luka atau gangguan lain selalu ada. Perubahan bias disebabkan oleh peristiwa reiterasi, metamorphosis dan interkalasi.

Reiterasi
Disaat kerangka pohon terganggu, kuncup istirahat akan tumbuh dan mengulang kembali uratan perkembangan (urutan diferensiasi), yang diperlihatkan oleh tumbuhan induk ketika berkembang mulai dari kecambah. Reterasi yang disebabkan luka disebut reterasi traumatik. Namun, reiterasi dapat pula terjadi jika tumbuhan memperolah keadaan lingkungan yang menguntungkan dan disebut reterasi adaptif.
Metamorphosis
Perubahan potensial suatu sumbu batang atau cabang bias terjadi dengan tiga cara yaitu pengulangan model (reiterasi) dan perubahannya potensial cabang dari asalnya yang plagiotrop menjadi ortotrop, atau dari potensial ortotrop menjadi plagiotrop. Contohnya pada Maesoopsi eminii. Adanya perubahan diatas dapat merangsang reterasi model arsitektur pohon yang bersangkutan.
Interkelasi
Proses interkalasi terjadi ketika pohun tumbuh dan berkembang. Sementara itu bagian pohon yang menerima cahaya matahari makin menjauhi sumbu batang akibat memanjangnya cabang-cabang sepanjang batang kearah radial.

Sabtu, 12 Mei 2012

Perbedaan Sel Prokariotik dan Sel Eukariotik



Perbedaan Sel Prokariotik dan Sel Eukariotik

No
Karakter
Prokariotik
Eukariotik
1
Nukleus
Tidak memiliki nukleus, materi genetiknya (DNA) terkonsentrasi pada suatu daerah yang disebut nukleoid
Memiliki nukleus sebenarnya yang diselubungi oleh seludang nukleus
2
Membran Nukleus
Tidak ada
Ada
3
Ukuran sel (diameter)
1-10 μm
10-100 μm
4
Membran internal
Jarang/langka
Kompleks (selubung nukleus, badan golgi, retikulum endoplasma, dll)
5
Mitokondria
Tidak ada: Enzim untuk reaksi-reaksi oksidasi terjadi di memebran plasma
Ada
6
Retikulum endoplasma (RE)
Tidak ada
Ada
7
Ribosom
70Sb
80S (70S pada mitokondria dan kloroplas)
8
Kloroplas
Tidak ada: Fotosintesis jika ada terjadi di Chromatophores
Ada : Pada tumbuhan
9
Sitoskeleton
Belum sempurna
Mikrotubulus, mikrofilamen, intermediate filaments
10
Motilitas/pergerakan
Rotary motor (putaran): menggerakkan flagel
Dynein (cilia dan flagel), kinesin, myosin
11
Pertama kali muncul (first appeared)
3.5 x 109 tahun yang lalu
1.5 x 109 tahun yang lalu
12
Perbanyakan sel ( cell divisions)
Pembelahan sederhana (simple fission)
Mitosis dan meiosis
13
Contoh organisme
Eubacteria dan Archaebacteria
Protista, tumbuhan, jamur, dan hewan
Tabel 1. Perbedaan Sel Prokariotik dan Sel Eukariotik (Bolsover, et al, 2011; Campbell dan Farell, 2009; Campbell, et al, 2002; Solomon, et al, 2005)


Daftar Pustaka
Bolsover, S.R, et al. 2011. Cell Biology A Short Course Third Edition. New Jersey: John Willey & Sons, Inc
Campbell, M.K dan S.O, Farell. 2009. Biochemistry 7th edition. Canada: Nelson Education, Ltd
Campbell, N.A, et al. 2002. Biologi Jilid 1 Edisi kelima. Jakarta: Erlangga
Solomon, E.P, et al. 2005. Biology. USA: Brooks/Cole-Thomson Learning



Minggu, 15 April 2012

Kelas Agnatha

Kelas Agnatha (ikan tak berahang)
Menurut Kimball (1983) merupakan Salah satu vertebrata pertama yang ditemukan dalam bentuk fosil. Agnatha bentuk pipih, relatif kecil, diperkirakan hidup dengan menghisap zat-zat organik dari dasar sungai tempat mereka hidup. Pertkaran gasterjadi pada pasangan-pasangan insang interna, dengan tiap insang ditunjang oleh suatu lengkungan tulang. Air masuk melalui mulut, melalui insang dan keluar melalui serangkaian kantung insang yang bermuara di permukan, tidak terdapat sirip: ikan tersebut berenang dengan gerakan undulasi. Djuhanda (1983) membagi kelas Agnatha menjadi beberapa subkelas:

a. Subkelas Ostracodermi
Tubuhnya kecil, hidup didalam aliran air di beberapa benua. Tidak berahang dan tubuh ditutupi sisik yang kuat atau pelat-pelat tulang (ostracodermi = cangkang kulit). Ostracodermi dibagi menjadi menjadi beberapa ordo yaitu
·         Ordo Cephalasidomorpha, merupakan vertebrata yang tidak berahang yang kepalanya gepeng dan mempunyai mata dorsal.
·         Ordo Anaspida, adalah vertebrata tanpa rahang, bentuk badannya ramping, dan hanya ostracodermi inilah yang mempunyai pelat sisik dan perisai kepala yang kecil-kecil (Anaspida = Tanpa perisai).
·         Ordo Pteraspidomorpha, mempunyai perisai-perisai besar dari tulang yang melindungikepala dan bagian anterior tubuhnya. Moncongnya selalu menonjol kedepan dari mulut, dan sering sekali mempunyai duri-duri ganjil pada perisainya atau sepanjang punggungnya (pterospid = sayap + perisai) 

b. Subkelas Cyclostomata
Bersifat semiparasit terhadap ikan-ikan berangka tulang. Mulut dan Lidahnya disesuaikan untuk melekat pada tubuh dan memarut daging mangsanya (Cyclostome = Bulat + Mulut). Contoh subkelas ini adalah Hagfish dan Lamprey

Kelas Placodermi (Ikan Pelat kulit)
Memiliki rahang dan sirip yang berpasangan, sirip yang pertama membantu dalam memangsa hewan yang lebih kecil secara aktif ; sedangkan yang kedua membantu lokomosi dengan menstabilkan ikan tersebut didalam air (Kimball, 1983). Djuhanda (1983) membagi placodermi menjadi bebrapa ordo yaitu
·         Ordo Antiarchi, anggota pektoralnya sangat khusus (antiarch = berlawanan + tangan).
·         Ordo Atrhrodira, mempunyai rahang yang kuat dengan pinggirannya bergerigi, mempuyai perisai kepala dan dada yang dirangkai bersama engsel (arthrodira = sendi +leher).

Kelas Chondrichthyes (Ikan bertulang rawan)
Tidak memiliki rangka tulang sama sekali baik didalam maupun sisiknya (Chondrichthyes = rawan + ikan). Ikan bertulang rawan dapat dibedakan dari ikan-ikan lainnya, karena kotak otaknya pepat, struktur siripnya, pola percabangan dari pembuluh darah berhubungan dengan insan, dan sisik yang seperti duri-duri kecil (Djuhanda, 1983).
Djuhanda (1983) membagi Chondrichthyes kedalam beberapa subkelas:
·         Subkelas Elasmobranchii
Mempunyai lubag insang luar berbentuk celah (Elasmobranchii = Pelat + insang), terbagi menjadi beberapa ordo :
ü  Ordo Pleuracanthodii, ikan air tawar, panjang tubuhnya hampir satu meter yang menjadi punah sekitar zaman perkembangan mamalia.
ü  Ordo Cladoselachii, banyak terdapat pada zaman carbon, Ikan laut ini hampr menyerupai hiu yang besar kecuali mulut letaknya hampir terminal.
ü  Ordo Selachii, Terdiri dari hiu dan pari, mempunyai serangkaian celah-celah insang dansisik kecil-kecil yang kasap.
·         Subkelas Holocephali
Hanya terdapat sedikit sisk atau tidak sama sekali. Notokor tetap ada, spirakulum tidak ada. Hewan jantan mempunyai alat pemeluk tunggal berbentuk gada pada ujung kepala.

Kelas Osteichthyes ( ikan bertulang keras)
Kebanyakan ikan dari kelas ini mempunyai tengkorak, vertebrae, gelsng snggots, penyokong sirip, dan sisik kesemuanya dari tulang (Djuhanda, 1983). Djuhanda (1983) membagi kelas ini menjadi beberapa subkelas yaitu:
·         Subkelas Achantodii (acanthodii = duri + bentuk)
Mempunyai bentuk tubuh ramping, mata lateral yang besar, dan mulut yang lebar dengan ditumbuhi banyak gigi. Kepala dibangun oleh tulang dan sisik-sisiknya yang kecil yangtebal dan keras. Sirip-sirip yang banyak dari acanthodii adalah tersendiri dan masing-masing mempunyai selaput tipis yang disokong pada pinggirannya yang besar oleh duri-duri yang panjang dan kuat.
·         Subkelas Actinopterygii
Ikan-ikan berjari-jari sirip. Selaput sirip berpasangan disokong oleh jari-jari tulang yang memancar dari pangkal sirip. Memiliki tiga infrakelas, yaitu Chondrstei, Holostei, dan teleostei, namun ada pendapat lain yang menjadikannya ordo. Chondrostei, berkembang biak di zaman trias. Mereka sekarang diwakili oleh sturgeon dan paddlefish. Holostei jumlahnya lebih banyak di zaman jura dan Cretaseus.
·         Subkelas Sarcopteyigii
Sirip ikan-ikan ini mempuyai tonjolan-tonjolan lunak sperti daging. Terdiri dari beberapa infrakelas yaitu
ü Infrakelas Dipnoi, ikan berparu, kebanyakan ikan air tawar yang besarnya sedang dan bentuknya normal atau sedang. Mempunyai lubang hidung yang aneh (lubang yang menghubungkan rongga hidung dengan rongga mulut), paru-paru yang fungsional, dansistem sirkulasi yang maju.
ü Infrakelas Crossopterygii, banyak nenek moyang crossopterygii mempuyai khoane (lubang hidung dalam), dan dianggap menyerupai Dipnoi dalam hal mempunyai paru- paru yang fungsional dan sistem peredaran darah yang sudah maju.

DAFTAR PUSTAKA
Djuhanda T. 1983. Analisa Struktur Vertebrata jilid 1. Bandung. Armico.
Kimball WJ. 1983.Biologi jilid 3 Edisi kelima Penerjemah H.siti soetarmi T dan Nawangsari S . Bogor. Erlangga.

Phyllotaxis (Tata Letak Daun Pada Batang)

Daun-daun pada suatu tumbuhan biasanya terdapat pada batang atau cabangnya, ada kalanya daun-daun berjejal-jejal pada suatu bagian batang, yaitu pada pangkal atau bagian ujungnya. Umunya daun-daun pada batang terpisah pada batang terpisah-pisah dengan suatu jarak yang nyata. Jika untuk mencapai daun yang tegak lurus dengan daun permulaan garis spiral tadi mengelilingi batang a kali, dan jumlah daun yang dilewati selama itu adalah b, juga dinamakan rumus daun atau disvergensi.
Pecahan a/b selanjutnya dapat menunjukan sudut antara dua daun berturut-turut, jika diproyeksikan pada bidang datar.jarak antara kedua daun berturut-turut pun tetap dan besarnya adalah a/b x 3600, yang disebut sudut divergensi, ternyata didapati pecahan a/b dapat terdiri dari pecahan ½, 1/3, 2/5, 3/8, 5/13, 8/21, dan seterusnya. Untuk menjelskan tata letak ddaun, dapat dilakukan dengan membuat bagan tata letak daun dan diagram tata letak daunnya.

A.  Bagan tata letak daun.
Untuk membuat bagan tata letak daun, batang tumbuhan digambar sebagai silender dan padnaya digambar membujur ortostik-ortostiknya. Demikian pula pada buku-buku batangnya.

B.  Diagram tata letak daun.
Untuk membuat diagram tata letak daun, batang tumbuhan harus dipandang sebagai kerucut memanjang, dengan buku-bukunya sebagai lingkaran-lingkaran sempurna. Jika diproyeksikan pada bidang datar, maka buku-buku tersebut akan menjadi lingkaran-lingkaran yang konsentris dan puncak kerucut akan menjadi titik pusat lingkaran-lingkaran tadi.

Sumber:
Dasuki UA. 1994. Sistematik Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB.

Bagian batang atau cabang tempat duduknya daun disebut buku-buku, sedangkan bagian batang antara dua buku-buku disebut dengan ruas. Tata letak daun yaitu aturan letak daun-daun yang duduk pada batang tumbuhan. batang (nodus), bagian ini sering terlihat sebagai bagian batang yang sedikit membesar dan melingkar batang sebagai suatu cincin, contohnya pada bambu (Bambusa sp.)

·         Spirostik dan Parastik
Spirostik terjadi karena pertumbuhan batang tidak lurus tetapi memutar. Akibatnya ortostiknya ikut memutar dan berubah menjadi spirostik, contohnya :
- Pacing (Costus speciosus Smith), mempunyai satu spirostik.
Bupleurum falcatum, mempunyai dua spirostik.
- Pandan (Pandanus tectorius Sol.), memperlihatkan tiga spirostik.

Parastik yaitu urutan/barisan melengkung dari primordia yang sedang tumbuh. Contohnya pada tumbuhan yang letak daunnya cukup rapat: kelapa sawit (Elaeis guinensis), duduk daun seakan-akan menurut garis-garis spiral ke kiri atau kekanan. Tampaknya lalu ada dua spiral ke kiri dan kekanan.

Sumber:
Tjitrosoepomo G. 2009. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Asam Nukleat

Sebelum diuraikan struktur tiga dimensi dari DNA oleh Watson dan Crick dalam tahun 1953, peranan asam nukleat (nucleic acid) dalam sintesis biologis ini DNA akan berperan dalam reduplikasi folamen khromonema dalam proses pembagian atau pembelahan sel. Asam nukleat merupakan komponen dari deoxyribonucleic acid (DNA) dan ribonucleic acid (RNA). Komponen dasar bagi pembentukan asam nukleat DNA maupun RNA adalah basa (base) yaitu purin dan pirimidin, yang termasuk ke dalam kelompok pirimidin adalah timin, urasil, dan sitosin sedangkan yang termasuk dalam kelompok purin adalah adenin dan guanin. Komponen lainnya yang berperan dalam pembentukan asam nukleat ini adalah ribose dan deoxyribose yaitu sebangsa gula. Deoxyribose struktur kimianya boleh dikatakan sama dengan ribose hanya deoxyribose kekurangan unsur oksigen.ikatan antara basa dan gula ini akan memebentuk nukleosida. Penambahan gugus fosfat pada gugusan nukleosida akan membentuk fosfodiester. Fosfodiester inilah yang sebenarnya menjadi tulang punggung bagi kerangka DNA.

Sumber : Piliang, W.G dkk. 2006. Fisiologi nutrisi volume I. Bogor: IPB Press

Enzim

Enzim adalah katalisator organik (sebuah protein) yang dihasilkan sel-sel hidup yang mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kecepatan reaksi kimia. Faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi pada enzim adalah konsentrasi substrat dan konsentrasi enzimnya sendiri. Faktor lain yang berpengaruh terhadap keaktifan enzim adalah temperatur.karena enzim adsalah protein, maka enzim mempunyai batas kemampuan untuk bertahan terhadap kenaikan temperatur. Sebagian besar enzim akan rusak bila didedahkan pada temperatur 80oC atau lebih. Faktor lainnya yang merupakan faktor kritis dalam lingkungan enzim bekerja adalah faktor konsentrasi ion hidrogen (pH)

Sumber : Piliang, W.G dkk. 2006. Fisiologi nutrisi volume I. Bogor: IPB Press

Makalah Sistematika Hewan Agnata

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Agnatha merupakan binatang vertebrata yang hidup di air dan bernapas dengan insang. Setiap insang yang dimilikinya disesuaikan dengan kondisi ia berada. Habitatnya ada yang di air tawar maupun air asin (laut). Hewan kuno ini termasuk monofiletik yang telah diidentifikasi sebanyak 48.000 spesies.
Agnatha memiliki lubang seluler dan termasuk endoskleton yang memiliki saraf spinal serta organ perasa yang berkembang. Beberapa jenis agnatha  memiliki gigi dan rahang yang sesuai dengan makanannya (Hicman, et al, 2001). Berdasarkan hal tersebutlah spesies dalam filum agnatha ini beraneka ragam sehingga perlu adanya pembelajaran secara mendalam dalam bentuk seperti makalah ini.

1.2  Tujuan
Makalah mengenai “Petromyzon marinus” ini mempunyai tujuan antara lain untuk mempelajari dan mengenal spesies Petromyzon marinus secara mendalam.

1.3  Manfaat
            Dengan dipelajarinya spesies ini diharapkan mahasiswa mendapat pengetahuan lebih sehingga dapat menumbuhkan alternatif ide baru untuk memanfaatkannya misalnya sebagai alternatif obat.

BAB II
ISI

2.1 Deskripsi
Lamprey laut adalah parasit ditemukan di pantai Atlantik dari Eropa dan Amerika Utara, di Laut Mediterania barat, dan di Great Lakes. Salah satunya adalah Petromyzon marinus. Spesies ini berwarna coklat, abu-abu, atau hitam pada bagian punggungnya dan putih atau abu-abu di bagian bawah dan dapat tumbuh hingga panjang 90 cm (35,5 in) . Lamprey laut memangsa berbagai ikan. Hewan ini menggunakan mulut hisap yang seperti cangkir untuk menempelkan dirinya pada kulit ikan serta menghisap jauh jaringan dengan lidah yang tajam menyelidik dan gigi. Korban biasanya meninggal karena kehilangan darah yang berlebihan atau infeksi (Hicman, et al, 2001).
Ikan tanpa rahang ini memiliki tubuh yang lembut dan tertutupi oleh lapisan epidermis dengan jaringan kolagen dan sel hidup yang tipis. Sistem rangkanya terdiri atas kartilago terutama tengkorak yang mendukung bagian mulut, insang dan otak. Sistem ototnya berbentuk segmen yang tersusun atas miomer-miomer yang terdiri atas jaringan otot longitudinal. Sistem kardiovaskulernya adalah jantung yang terdiri atas 4 bagian dari posterior sampai anterior yang terletak pada rongga pericardial. Bagian itu adalah sinus venosus, atrium, ventrikel, dan konus arteriosus. Sistem respirasinya terdiri atas 5-15 insang terbuka. Sedangkan sistem pencernaannya melalui mulut (oral disk) yang berbentuk seperti corong(Hicman, et al, 2003).
Petromyzon marinus  merupakan hewan yang setengah parasit. Pada saat berbentuk larva hewan ini termasuk nonparasit sedangkan pada masa dewasa termasuk hewan parasit. Spesies jantan membangun sarang dengan menggunakan oral disc untuk memindahkan batu dan kerikil sedangkan betina meletakkan telurnya pada sarang dan yang kemudian di buahi oleh jantan. Telur yang sudah dibuahi akan menetas setelah 2 minggu yang kemudian berubah menjadi larva selama 3-7 tahun sebelum menjadi spesies dewasa yang siap bereproduksi kembali(Hicman, et al, 2001).
            Berikut merupakan klasifikasi Petromyzon marinus menurut Linnaeus (1758):
Kingdom    : Animalia
Filum         : Chordata
Kelas         : Cephalaspidomorphi
Ordo         : Petromyzontiformes
Famili        : Petromyzontidae
Genus        : Petromyzon
Spesies      : P. marinus

2.2 Distribusi
Petromyzon marinus dapat ditemukan pada saluran Welland sekitar Air Terjun Niagara  dan bergerak melalui danau Huron dan Michigan.

2.3 Hubungan Kekerabatan
Kelas Agnata memiliki ciri-ciri badan yang memanjang berbentuk silinder sedangkan ekornya pipih . Kulitnya licin tanpa sisik , dilengkapi kelenjar lendir (mucus). Sirip tengah dorsal disokong oleh tulang-tulang sirip (tulang rawan). Matanya ada sepasang. Kelas Agnata terdiri dari dua ordo, yaitu Myxini dan Cephalaspidomorphi.  Kedua ordo ini berkerabat dekat. Terlihat dari cirri-ciri fisik yang dimiliki kedua ordo ini, yaitu sama-sama berbentuk seperti ular, tidak mempunyai rahang dan tulang belakang berupa tulang rawan. Perbedaan diantara keduanya yaitu nostril pada Myxini terdapat di bagian depan kepala sedangkan pada Cephalaspidomorphi terletak diatas kepala. Kelas Agnata termasuk kelas yang paling primitif karena tulang belakangnya masih berupa tulang rawan bukan tulang sejati.

DAFTAR PUSTAKA

Hicman, et al.2001. Integrated Principles of Zoology. New York: McGraw-Hill Company
Hicman, et al.2003. Animal Diversity Third Edition. New York: McGraw-Hill Compan