Latar belakang
Serangga memiliki indera yang memungkinkan
untuk melihat, membau, merasakan, mendengar lingkungan sekitar. Bukti
eksperimental menunjukan bahwa kemampuan sensorik serangga berbeda (kualitatif
dan kuantitatif) dengan dengan indera manusia dan vertebrata. Organ indera pada
serangga mekanoreseptor dapat ditemukan hampir di seluruh permukaan tubuh
serangga. Chordotonal organ termasuk
beberapa jenis mekanoreseptor yang terdiri dari satu atau lebih neuron bipolar.
Serangga dengan mekanoreseptor diantaranya yaitu serangga Hemiptera, belalang,
jangkrik, beberapa ngengat dan nyamuk. Serangga yang termasuk kemoreseptor
dapat mendeteksi bau melaluo reseptor olfaktori dan mendeteksi rasa metalui
reseptor gustatori. Serangga Fotoreseptor dilengkapi dengan mata atau organ
lain untuk mendeteksi cahaya, salah satunya adalah compound eyes (Meyer, 2006).
Rangsangan kimiawi dapat berupa rangsangan
bau dan rasa yang tanaman antara lain zat alkaloid, minyak atheris, lemak dan
lain sebagainya (Sodiq, 2009). Ketertarikan serangga terhadap tanaman
dipengaruhi oleh sumber rangsangan dari tanaman tersebut. Peran serangga adalah
sebagai perlindungan bagi tanaman, hubungan tersebut dapat berlangsung karena
adanya senyawa perantara yaitu semiochemicals merupakan zat perantara
komunikasi serangga dengan lingkungannya, antara lain: feromon dan allelochemicals
(Jumar, 2000).
Perilaku
serangga yang sangat penting dalam interaksi dengan tanaman adalah tentang
langkah-langkah serangga dalam memberikan tanggapan atau respon terhadap
rangsangan (stimuli) dari tanaman, serangga itu datang dan memakan tanaman
tersebut (Somawinata, 1992). Sehingga praktikum ini penting untuk dilaksanakan
agar prraktikan mengetahui perilaku suatu serangga uji terhadap bau yang
dihasilkan tanaman yang digunakan.
Rumusan masalah
Rumusan masalah
dari praktikum ini adalah bagaimana ketertarikan serangga uji terhadap beberapa
tumbuhan (sesengkehan (Rhoeo discolor),
sirih merah (Piper sp.), pandan (Pandanus sp.)) dilihat dari waktu
orientasinya?
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ketertarikan serangga
uji terhadap beberapa tumbuhan (sesengkehan (Rhoeo discolor), sirih merah (Piper
sp.), pandan (Pandanus sp.)) dilihat
dari waktu orientasinya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kemoreseptor adalah
indera yang berfungsi untuk menerima energi berupa molekul kimia. Indera perasa
dan pencium termasuk dalam golongan ini. Senyawa dalam bentuk gas dapat
tertangkap oleh indera pencium, sedang senyawa dalam bentuk cairan atau padat
ditangkap oleh indera perasa. Daya penangkapan aroma tergantung pada jumlah
sensila yang terdapatpada tubuh serangga, jumlah neuron pada tiap sensila dan
jumlah percabangan tiap-tiap dendrit. Tiap indera penciuman terdiri dari satu
atau lebih saraf-saraf penerima. Saraf-saraf ini memiliki dendrit yang
berhubungan dengan struktur kutikula dan benang-benang saraf yang dapat
meneruskan rangsangan ke sistem saraf pusat. Serangga dapat menerima rangsangan
bila terjadi kontak antara saraf pusat. Serangga dapat menerima rangsangan bila
terjadi kontak antara molekul-molekul gas dengan dendrit. Rangsangan dari
dendrit kemudian diteruskan ke tubuh sel, lalu ke sistem saraf pusat melalui
benang saraf (Atkins, 1980). Kemudian rangsangan diteruskan lagi oleh benang
saraf ke organ-organ penanggap (misal otot) (Ezlinga, 1978). Tanggap dapat
berupa ketertarikan serangga pada sumber bau-bauan tersebut, sehingga serangga
bergerak mendekat atau menjauhi sumber bau-bauan tersebut. Sistem saraf
penciuman terdiri dari neuron penerima rangsangan, neuron penyalur dan neuron
perantara (Atkins, 1980).
Gambar 1. Waktu orientasi serangga uji terhadap beberapa jenis tanaman
(Keterangan: Tet: Belalang hijau
(Tettigonidae), Penta: Pentatonidae,
Form 1: Semut hitam (Formicidae 1), Lepido: Kupu-kupu putih (Lepidoptera), Form 2: Semut merah (Formicidae 2), Ds: Bapak pucung (Dysdercus singulatus))
Berdasarkan grafik di atas (Gambar 1)
dapat diketahui bahwa serangga yang paling cepat tertarik terhadap tanaman yang
digunakan adalah semut hitam (Formicidae 1) kemudian disusul secara berurutan
oleh Bapak pucung (Dysdercus singulatus),
dan semut merah (Formicidae 2), sedangkan yang paling lama adalah kupu-kupu
putih (Lepidoptera). Serangga uji yang digunakan dapat tertarik terhadap
tanaman dapat dikarenakan oleh senyawa kimiawi yang dikeluarkan oleh tumbuhan
tersebut. Rangsangan kimiawi dapat berupa rangsangan bau dan rasa yang tanaman
antara lain zat alkaloid, minyak atheris, lemak dan lain sebagainya (Sodiq,
2009).
Rata-rata serangga uji yang digunakan
lebih tertarik terhadap tumbuhan Pandan (Pandanus
sp.) kemudian disusul berurutan oleh sirih merah (Piper sp.) dan sesengkehan (Rheo
discolor). Selain itu beberapa kali adapula serangga uji yang tertarik
dengan kontrol yang diestimasi sebagai udara bebas (Tabel 1). Pada tanaman yang
digunakan tersebut mengeluarkan zat yang
mengandung berbau harum. Zat yang berbau harum itu adalah senyawa kimia
yang mudah menguap seperti alkohol, eter atau minyak esensial. Zat-zat semacam
ini disebut bahan pembujuk atau atractants.
Selain itu, serangga dapat pula tertarik kepada tumbuhan adalah untuk tempat
bertelur, berlindung dan sebagai pakannya (Sodiq, 2009).
Tanaman Rhoeo discolor yang mengandung
flavonoid, antosianin, saponin, karotenoid, lilin, terpenoid, coumarinic, dan
steroid. Senyawa-senyawa ini memiliki daya tarik tersendiri bagi serangga (Rosales-Reyes
dkk., 2008). Pandan (Pandanus sp.) adalah
tanaman tropis dari keluarga Pandanaceae yang mengandung zat kimia antara lain
alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, polifenol, dan zat warna (Ghasemzadeh dan
Jaafar, 2013). Kandungan sirih merah (Piper
sp.) paling banyak ditemukan di bagian daun. Kandungan tersebut meliputi
flavonoid, polifenol, alkaloid, karvakol, eugenol, dan tannin (Portet dkk.,
2008). Secara biologis flavonoid memainkan peranan penting dalam kaitan penyerbukan
tanaman oleh serangga karena dapat menarik serangga dengan aroma tertentu. Sejumlah
flavonoid mempunyai rasa pahit sehingga dapat bersifat menolak sejenis ulat
tertentu (Proestos dkk., 2006).
Organ-organ indera (reseptor) bertindak
sebagai transduser yang mengkonversi energi cahaya, energi kimia, atau energi
mekanik dari lingkungan menjadi energi listrik impuls saraf di neuron sensorik.
Sinyal yang dihasilkan oleh reseptor sensorik serangga perjalanan ke otak atau
ventral saraf di mana mereka merespon perilaku yang sesuai: menemukan sumber
daya (misalnya makanan, pasangan), menghindari bahaya, atau bereaksi terhadap
perubahan lingkungan. Semua reseptor sensorik yang berasal dari ektoderm embrio
dan merupakan bagian integral dari exoskeleton serangga. Serangga dapat
dikelompokkan ke dalam salah satu dari tiga kategori, tergantung pada fungsi
masing-masing (Meyer, 2006) yakni: mekanoreseptor (mendeteksi gerak, getaran,
dan gangguan gerak), kemoreseptor (mendeteksi adanya substansi kimia di udara
(bau) atau kimia dalam substrat (rasa), dan fotoreseptor (mendeteksi adanya
cahaya dan kualitas cahaya (radiasi elektromagnetik)).
Beberapa hewan yang digunakan dalam praktikum, tidak menunjukan respon (tidak
bergerak) saat dimasukan ke dalam oflaktometer. Hewan tersebut diantaranya
Tettigonidae (belalang hijau) dan Pentatonidae (Hemiptera). Tidak adanya respon
dari serangga diduga karena serangga tersebut tidak dapat mendeteksi senyawa
kimia yang terdapat di udara (bau) atau reseptor pembau dari serangga tersebut
kurang sensitif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Meyer (2006) yang menyatakan
bahwa belalang hijau (Tettigonidae) merupakan serangga yang sensitive terhadap
rangsang mekanik (mekanoreseptor). Hemiptera diketahui merupakan serangga yang
lebih sensitif terhadap rangsang mekanik daripada bau, sehingga saat dimasukan
ke oflaktometer, hewan tersebut tidak menunjukan adanya respon. Hemiptera
dilengkapi dengan antena sebagai organ yang mendeteksi adanya rangsang mekanik
dari lingkungan (Diamond, 2008).
Ketertarikan
serangga terhadap tanaman dipengaruhi oleh sumber rangsangan dari tanaman
tersebut. Peran serangga adalah sebagai perlindungan bagi tanaman, hubungan
tersebut dapat berlangsung karena adanya senyawa perantara yaitu semiochemicals
merupakan zat perantara komunikasi serangga dengan lingkungannya, antara
lain: feromon dan allelochemicals (Jumar, 2000). Respon
sensori serangga terbang terhadap bau sejenis bunga, dapat ditunjukkan dengan
adanya orientasi terhadap sumber bau tersebut. Zat yang berbau wangi tersebut
adalah senyawa kimia yang mudah menguap seperti alkohol, eter atau minyak
essensil.Banyak serangga dapat mendeteksi bau-bau khusus pada konsentrasi yang
sangat rendah sampai beberapa mil dari sumber mereka. (Borror dkk., 1992).
Menurut
Mudjiono (1998) bahwa diterimanya bau tanaman sebagai inang oleh serangga, karena
adanya senyawa kairomon yang kuat dan khas. Kecepatan serangga dalam
memilih tanaman dimungkinkan karena serangga tersebut sudah terbiasa dengan bau
yang dihasilkan, sedangkan lamanya dalam proses pemilihan sumber bau
membutuhkan konsentrasi, sehingga datangnya tidak merupakan faktor kebetulan.
Menurut Prasetya (2002) Hampir seluruh daun, bunga dan buah dari tanaman inang
mengandung 30 – 80 komponen volatil. Bila serangga mendeteksi adanya sumber
bau, maka akan langsung terbang atau bergerak ke arah sumber bau yang ada.
Namun sebaliknya jika sumber bau yang ditemuinya kurang jelas, maka serangga akan
terbang atau bergerak dengan pola yang tidak beraturan.
Perilaku
serangga yang sangat penting dalam interaksi dengan tanaman adalah tentang
langkah-langkah serangga dalam memberikan tanggapan atau respon terhadap
rangsangan (stimuli) dari tanaman, serangga itu datang dan memakan tanaman
tersebut (Somawinata, 1992). Teknik
pengendalian hayati dengan menggunakan parasitoid dan predator yang dilakukan
sampai saat ini dapat dikelompokkan dalam 3 kategori yaitu, konservasi,
introduksi, dan augmentasi. Meskipun ketiga teknik pengendalian hayati tersebut
berbeda tetapi dalam pelaksanaanya sering digunakan secara bersama (Sunarno,
2014). Menurut Rukmana dan Sugandi (2002), konservasi merupakan usaha-usaha yang
dilakukan untuk memapankan musuh alami yang sudah ada agar mampu bertahan dan
bereproduksi. Pelepasan musuh alami sebaiknya dilakukan saat kondisi lingkungan
mendukung aktifitasnya, misalnya pagi atau sore hari sehingga saat kondisi
lingkungan kurang mendukung, musuh alami telah mempersiapkan diri untuk
melakukan tindakan antisipasi. Seperti yang dilakukan pada saat praktikum,
musuh alami dilepaskan pada pagi hari sehingga kondisi lingkungan sekitar dapat
mendukung aktifitas dari serangga yang digunakan untuk mencium bau. Selain itu
pelepasan musuh alami juga dilakukan saat populasi hama mulai meningkat
sehingga meninggalkan batas keseimbangan alami. Upaya konservasi ini dapat
berlangsung dan berkesinambungan secara terus-menerus, musuh alami perlu dijaga
kelestariannya. Selain itu, melindungi dan mempertinggi populasi musuh alami
yang digunakan sebagai pengendali hama, yang meliputi parasitoid, predator,
maupun patogen penting dilakukan dengan tujuan untuk menghindari
tindakan-tindakan yang dapat mengganggu kelestarian populasi alami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Let's share!