Jumat, 16 Oktober 2015

Ketertarikan serangga terhadap beberapa tumbuhan berdasarkan waktu orientasinya

PENDAHULUAN
Latar belakang
Serangga memiliki indera yang memungkinkan untuk melihat, membau, merasakan, mendengar lingkungan sekitar. Bukti eksperimental menunjukan bahwa kemampuan sensorik serangga berbeda (kualitatif dan kuantitatif) dengan dengan indera manusia dan vertebrata. Organ indera pada serangga mekanoreseptor dapat ditemukan hampir di seluruh permukaan tubuh serangga. Chordotonal organ termasuk beberapa jenis mekanoreseptor yang terdiri dari satu atau lebih neuron bipolar. Serangga dengan mekanoreseptor diantaranya yaitu serangga Hemiptera, belalang, jangkrik, beberapa ngengat dan nyamuk. Serangga yang termasuk kemoreseptor dapat mendeteksi bau melaluo reseptor olfaktori dan mendeteksi rasa metalui reseptor gustatori. Serangga Fotoreseptor dilengkapi dengan mata atau organ lain untuk mendeteksi cahaya, salah satunya adalah compound eyes (Meyer, 2006).
Rangsangan kimiawi dapat berupa rangsangan bau dan rasa yang tanaman antara lain zat alkaloid, minyak atheris, lemak dan lain sebagainya (Sodiq, 2009). Ketertarikan serangga terhadap tanaman dipengaruhi oleh sumber rangsangan dari tanaman tersebut. Peran serangga adalah sebagai perlindungan bagi tanaman, hubungan tersebut dapat berlangsung karena adanya senyawa perantara yaitu semiochemicals merupakan zat perantara komunikasi serangga dengan lingkungannya, antara lain: feromon dan allelochemicals (Jumar, 2000).
Perilaku serangga yang sangat penting dalam interaksi dengan tanaman adalah tentang langkah-langkah serangga dalam memberikan tanggapan atau respon terhadap rangsangan (stimuli) dari tanaman, serangga itu datang dan memakan tanaman tersebut (Somawinata, 1992). Sehingga praktikum ini penting untuk dilaksanakan agar prraktikan mengetahui perilaku suatu serangga uji terhadap bau yang dihasilkan tanaman yang digunakan.

Rumusan masalah
Rumusan masalah dari praktikum ini adalah bagaimana ketertarikan serangga uji terhadap beberapa tumbuhan (sesengkehan (Rhoeo discolor), sirih merah (Piper sp.), pandan (Pandanus sp.)) dilihat dari waktu orientasinya?

Tujuan
          Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ketertarikan serangga uji terhadap beberapa tumbuhan (sesengkehan (Rhoeo discolor), sirih merah (Piper sp.), pandan (Pandanus sp.)) dilihat dari waktu orientasinya.


HASIL DAN PEMBAHASAN
         Kemoreseptor adalah indera yang berfungsi untuk menerima energi berupa molekul kimia. Indera perasa dan pencium termasuk dalam golongan ini. Senyawa dalam bentuk gas dapat tertangkap oleh indera pencium, sedang senyawa dalam bentuk cairan atau padat ditangkap oleh indera perasa. Daya penangkapan aroma tergantung pada jumlah sensila yang terdapatpada tubuh serangga, jumlah neuron pada tiap sensila dan jumlah percabangan tiap-tiap dendrit. Tiap indera penciuman terdiri dari satu atau lebih saraf-saraf penerima. Saraf-saraf ini memiliki dendrit yang berhubungan dengan struktur kutikula dan benang-benang saraf yang dapat meneruskan rangsangan ke sistem saraf pusat. Serangga dapat menerima rangsangan bila terjadi kontak antara saraf pusat. Serangga dapat menerima rangsangan bila terjadi kontak antara molekul-molekul gas dengan dendrit. Rangsangan dari dendrit kemudian diteruskan ke tubuh sel, lalu ke sistem saraf pusat melalui benang saraf (Atkins, 1980). Kemudian rangsangan diteruskan lagi oleh benang saraf ke organ-organ penanggap (misal otot) (Ezlinga, 1978). Tanggap dapat berupa ketertarikan serangga pada sumber bau-bauan tersebut, sehingga serangga bergerak mendekat atau menjauhi sumber bau-bauan tersebut. Sistem saraf penciuman terdiri dari neuron penerima rangsangan, neuron penyalur dan neuron perantara (Atkins, 1980).
Gambar 1. Waktu orientasi serangga uji terhadap beberapa jenis tanaman (Keterangan: Tet: Belalang hijau (Tettigonidae), Penta: Pentatonidae, Form 1: Semut hitam (Formicidae 1), Lepido: Kupu-kupu putih (Lepidoptera), Form 2: Semut merah (Formicidae 2), Ds: Bapak pucung (Dysdercus singulatus))

          Berdasarkan grafik di atas (Gambar 1) dapat diketahui bahwa serangga yang paling cepat tertarik terhadap tanaman yang digunakan adalah semut hitam (Formicidae 1) kemudian disusul secara berurutan oleh Bapak pucung (Dysdercus singulatus), dan semut merah (Formicidae 2), sedangkan yang paling lama adalah kupu-kupu putih (Lepidoptera). Serangga uji yang digunakan dapat tertarik terhadap tanaman dapat dikarenakan oleh senyawa kimiawi yang dikeluarkan oleh tumbuhan tersebut. Rangsangan kimiawi dapat berupa rangsangan bau dan rasa yang tanaman antara lain zat alkaloid, minyak atheris, lemak dan lain sebagainya (Sodiq, 2009).
             
Tabel 1. Ketertarikan serangga uji terhadap beberapa tanaman yang digunakan (Keterangan: A: Sesengkehan (Rhoeo discolor), B: Sisih merah (Piper sp.), C: Pandan (Pandanus sp.), D: Kontrol, -: hewan uji tidak bergerak)
Rata-rata serangga uji yang digunakan lebih tertarik terhadap tumbuhan Pandan (Pandanus sp.) kemudian disusul berurutan oleh sirih merah (Piper sp.) dan sesengkehan (Rheo discolor). Selain itu beberapa kali adapula serangga uji yang tertarik dengan kontrol yang diestimasi sebagai udara bebas (Tabel 1). Pada tanaman yang digunakan tersebut mengeluarkan zat yang  mengandung berbau harum. Zat yang berbau harum itu adalah senyawa kimia yang mudah menguap seperti alkohol, eter atau minyak esensial. Zat-zat semacam ini disebut bahan pembujuk atau atractants. Selain itu, serangga dapat pula tertarik kepada tumbuhan adalah untuk tempat bertelur, berlindung dan sebagai pakannya (Sodiq, 2009).
Tanaman Rhoeo discolor yang mengandung flavonoid, antosianin, saponin, karotenoid, lilin, terpenoid, coumarinic, dan steroid. Senyawa-senyawa ini memiliki daya tarik tersendiri bagi serangga (Rosales-Reyes dkk., 2008). Pandan (Pandanus sp.) adalah tanaman tropis dari keluarga Pandanaceae yang mengandung zat kimia antara lain alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, polifenol, dan zat warna (Ghasemzadeh dan Jaafar, 2013). Kandungan sirih merah (Piper sp.) paling banyak ditemukan di bagian daun. Kandungan tersebut meliputi flavonoid, polifenol, alkaloid, karvakol, eugenol, dan tannin (Portet dkk., 2008). Secara biologis flavonoid memainkan peranan penting dalam kaitan penyerbukan tanaman oleh serangga karena dapat menarik serangga dengan aroma tertentu. Sejumlah flavonoid mempunyai rasa pahit sehingga dapat bersifat menolak sejenis ulat tertentu (Proestos dkk., 2006).
Organ-organ indera (reseptor) bertindak sebagai transduser yang mengkonversi energi cahaya, energi kimia, atau energi mekanik dari lingkungan menjadi energi listrik impuls saraf di neuron sensorik. Sinyal yang dihasilkan oleh reseptor sensorik serangga perjalanan ke otak atau ventral saraf di mana mereka merespon perilaku yang sesuai: menemukan sumber daya (misalnya makanan, pasangan), menghindari bahaya, atau bereaksi terhadap perubahan lingkungan. Semua reseptor sensorik yang berasal dari ektoderm embrio dan merupakan bagian integral dari exoskeleton serangga. Serangga dapat dikelompokkan ke dalam salah satu dari tiga kategori, tergantung pada fungsi masing-masing (Meyer, 2006) yakni: mekanoreseptor (mendeteksi gerak, getaran, dan gangguan gerak), kemoreseptor (mendeteksi adanya substansi kimia di udara (bau) atau kimia dalam substrat (rasa), dan fotoreseptor (mendeteksi adanya cahaya dan kualitas cahaya (radiasi elektromagnetik)).
Beberapa hewan yang digunakan dalam  praktikum, tidak menunjukan respon (tidak bergerak) saat dimasukan ke dalam oflaktometer. Hewan tersebut diantaranya Tettigonidae (belalang hijau) dan Pentatonidae (Hemiptera). Tidak adanya respon dari serangga diduga karena serangga tersebut tidak dapat mendeteksi senyawa kimia yang terdapat di udara (bau) atau reseptor pembau dari serangga tersebut kurang sensitif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Meyer (2006) yang menyatakan bahwa belalang hijau (Tettigonidae) merupakan serangga yang sensitive terhadap rangsang mekanik (mekanoreseptor). Hemiptera diketahui merupakan serangga yang lebih sensitif terhadap rangsang mekanik daripada bau, sehingga saat dimasukan ke oflaktometer, hewan tersebut tidak menunjukan adanya respon. Hemiptera dilengkapi dengan antena sebagai organ yang mendeteksi adanya rangsang mekanik dari lingkungan (Diamond, 2008).
Ketertarikan serangga terhadap tanaman dipengaruhi oleh sumber rangsangan dari tanaman tersebut. Peran serangga adalah sebagai perlindungan bagi tanaman, hubungan tersebut dapat berlangsung karena adanya senyawa perantara yaitu semiochemicals merupakan zat perantara komunikasi serangga dengan lingkungannya, antara lain: feromon dan allelochemicals (Jumar, 2000). Respon sensori serangga terbang terhadap bau sejenis bunga, dapat ditunjukkan dengan adanya orientasi terhadap sumber bau tersebut. Zat yang berbau wangi tersebut adalah senyawa kimia yang mudah menguap seperti alkohol, eter atau minyak essensil.Banyak serangga dapat mendeteksi bau-bau khusus pada konsentrasi yang sangat rendah sampai beberapa mil dari sumber mereka. (Borror dkk., 1992).
Menurut Mudjiono (1998) bahwa diterimanya bau tanaman sebagai inang oleh serangga, karena adanya senyawa kairomon yang kuat dan khas. Kecepatan serangga dalam memilih tanaman dimungkinkan karena serangga tersebut sudah terbiasa dengan bau yang dihasilkan, sedangkan lamanya dalam proses pemilihan sumber bau membutuhkan konsentrasi, sehingga datangnya tidak merupakan faktor kebetulan. Menurut Prasetya (2002) Hampir seluruh daun, bunga dan buah dari tanaman inang mengandung 30 – 80 komponen volatil. Bila serangga mendeteksi adanya sumber bau, maka akan langsung terbang atau bergerak ke arah sumber bau yang ada. Namun sebaliknya jika sumber bau yang ditemuinya kurang jelas, maka serangga akan terbang atau bergerak dengan pola yang tidak beraturan.
Perilaku serangga yang sangat penting dalam interaksi dengan tanaman adalah tentang langkah-langkah serangga dalam memberikan tanggapan atau respon terhadap rangsangan (stimuli) dari tanaman, serangga itu datang dan memakan tanaman tersebut (Somawinata, 1992). Teknik pengendalian hayati dengan menggunakan parasitoid dan predator yang dilakukan sampai saat ini dapat dikelompokkan dalam 3 kategori yaitu, konservasi, introduksi, dan augmentasi. Meskipun ketiga teknik pengendalian hayati tersebut berbeda tetapi dalam pelaksanaanya sering digunakan secara bersama (Sunarno, 2014). Menurut Rukmana dan Sugandi (2002), konservasi merupakan usaha-usaha yang dilakukan untuk memapankan musuh alami yang sudah ada agar mampu bertahan dan bereproduksi. Pelepasan musuh alami sebaiknya dilakukan saat kondisi lingkungan mendukung aktifitasnya, misalnya pagi atau sore hari sehingga saat kondisi lingkungan kurang mendukung, musuh alami telah mempersiapkan diri untuk melakukan tindakan antisipasi. Seperti yang dilakukan pada saat praktikum, musuh alami dilepaskan pada pagi hari sehingga kondisi lingkungan sekitar dapat mendukung aktifitas dari serangga yang digunakan untuk mencium bau. Selain itu pelepasan musuh alami juga dilakukan saat populasi hama mulai meningkat sehingga meninggalkan batas keseimbangan alami. Upaya konservasi ini dapat berlangsung dan berkesinambungan secara terus-menerus, musuh alami perlu dijaga kelestariannya. Selain itu, melindungi dan mempertinggi populasi musuh alami yang digunakan sebagai pengendali hama, yang meliputi parasitoid, predator, maupun patogen penting dilakukan dengan tujuan untuk menghindari tindakan-tindakan yang dapat mengganggu kelestarian populasi alami.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Let's share!