Senin, 12 Oktober 2015

PERKEMBANGAN PARASITOID DI DALAM TUBUH INANG

PENDAHULUAN
Latar belakang
Parasitoid adalah serangga yang stadia pradewasanya menjadi parasit pada atau di dalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nektar dan  embun  madu  sebagai makanannya. Serangga yang diparasit atau inangnya akhirnya mati ketika parasitoid menyelesaikan perkembangan pradewasanya. Parasitoid biasanya berukuran lebih kecil daripada inangnya (Shelton, 1993).

Musuh alami, seperti parasitoid sering digunakan untuk mengendalikan hama.  Pengendalian  hayati  ini  mempunyai  beberapa  kelebihan  dibandingkan dengan cara kimia, antara lain tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Siklus hidup  parasitoid  yang  lebih  pendek  dibandingkan  inangnya  dapat  menekan  laju pertumbuhan inangnya (Wanta, 2003). Menurut Goulet dan Huber (1993), eksplorasi parasitoid untuk mengendalikan hama terutama dari ordo Lepidoptera dapat dilakukan pada stadia pupa, dimana hama atau inang sedang berkembang menjadi pupa.
Pemahaman parasitoid  dalam mengendalikan  hama sangat diperlukan oleh praktikan sebagai informasi dasar mengenai perkembangan parasitoid di dalam tubuh inang dan ciri-ciri objek (tubuh inang) yang sudah terparasiti oleh parasitoid. Oleh karena itu perlu dilakukan praktikum mengenai parasitoid ini.


Rumusan masalah
    Rumusan masalah dari praktikum ini meliputi: 
1. Bagaimana perkembangan parasitoid di dalam tubuh inang?
2. Bagaimana ciri-ciri objek (tubuh inang) yang sudah terparasiti oleh parasitoid atau belum?

Tujuan

Tujuan dari praktikum ini meliputi:
1. Mengetahui perkembangan parasitoid di dalam tubuh inang?
2. Mengetahui ciri-ciri objek (tubuh inang) yang sudah terparasiti oleh parasitoid atau belum?


HASIL DAN PEMBAHASAN
Ciri-ciri Pupa yang Sudah Terparasiti oleh Parasitoid.  
Parasitoid adalah serangga yang stadia pradewasanya menjadi parasit pada atau di dalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nektar atau madu sebagai makanannya. Serangga yang diparasit akhirnya mati ketika parasitoid menyelesaikan perkembangan pradewasanya (Shelton, 1993). Pupa yang terparasiti menunjukkan warna yang berbeda-beda sejalan dengan lamanya waktu perkembangan parasitoid di dalamnya. Pada hari pertama pupa berwarna kuning keemasan (Gambar 1a), tetapi pada hari ketiga menunjukkan perubahan warna yaitu pupa menjadi menghitam (Gambar 1b). Hal tersebut dapat diduga bahwa di dalam pupa telah menunjukkan adanya perkembangan parasitoid. Pada hari kelima warna hitam pada pupa semakin jelas dan menunjukkan seperti terdapat garis-garis warna hitam (Gambar 1c). Pada hari ke enam sebagian sisi pembungkus pupa terlihat transparan (Gambar 1d), hingga sampai pada hari ke delapan terlihat transparan secara keseluruhan (Gambar 1e).

Gambar 1. Perubahan warna pembungkus pupa selama pengamatan: (a). hari ke-1, (b). hari ke-3, hari ke-5, hari ke-6, dan hari ke-8

Hasil praktikum ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Valindria (2012), pupa inang yang terparasit akan menunjukkan perubahan gejala setiap harinya hingga imago parasitoid muncul. Hal ini disebabkan oleh reaksi tubuh inang yang terparasit terhadap  perkembangan parasitoid di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Kalshoven (1981) yang menyatakan bahwa pupa sebagai inang akan mati dalam beberapa  hari setelah terparasit oleh imago betina.

Perkembangan Parasitoid di dalam Tubuh Pupa 
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa parasitoid yang berkembang di dalam tubuh pupa memerlukan waktu ± 2 minggu. Parasitoid yang keluar dari dalam pupa berjumlah 20 ekor (Gambar 2a). Pada hari ke sembilan pengamatan keluar parasitoid berukuran ± 7 mm, berwarna hitam dan kuning, dan mempunyai sepasang antena (Gambar 2b). Parasitoid tersebut keluar dengan cara melubangi pupa yang berukuran ± 2,1 cm (Gambar 2c). Hasil identifikasi yang telah dilakukan, diduga bahwa parasitoid yang berkembang merupakan Brachymeria sp. Menurut Joseph dkk. (1973), Brachymeria sp. termasuk ke dalam ordo Hymenoptera, Superfamili Chalcidoidae dan Famili Chalcididae. 
Brachymeria sp. termasuk ordo Hymenoptera famili Chalcididae yang berukuran sedang (2-7 mm) dengan femur belakang sangat menggembung dan bergeligi, mempunyai alat peletakan telur (ovipositor) yang sangat pendek dan sayap-sayap tidak terlipat secara longitudinal saat beristirahat (Boror dkk., 1996). Parasitoid ini memiliki ciri fisik bewarna hitam dengan ukuran  tubuh mencapai 12 mm dan tungkai belakang bagian femur membesar. Imago betina dapat  dibedakan melalui ovipositornya. Jumlah telur parasitoid Brachymeria sp. sangat bervariasi sesuai  dengan ukuran inang. Perkembangan parasit umumnya berlangsung cepat. Siklus hidup parasitoid  ini berkisar antara 12-13 hari (Kalshoven 1981).
Gambar 2. Parasitoid yang keluar dari pupa: (a) dan (b). Brachymeria sp. dan (c). pupa yang    terparasiti oleh parasitoid

Brachymeria sp. merupakan endoparasitoid yang bersifat gregarious yaitu apabila ukuran inangnya besar, tetapi soliter apabila ukuran inangnya kecil. Imago parasitoid meletakkan telur dalam pupa  yang baru terbentuk. Pupa inang yang terparasit akan mati dalam satu atau dua hari, kemudian  mengeras dan kaku ketika parasitoid di dalamnya telah menetas dari telurnya. Telur yang dihasilkan oleh induk parasitoid diletakkan pada  permukaan kulit inang atau dimasukkan langsung ke dalam tubuh inang dengan tusukan ovipositornya. Larva yang keluar dari telur kemudian menghisap cairan tubuh atau memakan jaringan bagian dalam tubuh inang (Kalshoven 1981).

Perbedaan Endoparasit, Ektoparasit, Parasitoid Larva, Telur, Soliter, dan Gregarius
Parasit merupakan organisme yang hidup untuk sementara maupun tetap di dalam atau pada permukaan organisme lain untuk mengambil sebagian atau seluruh makanan dari organisme tersebut. Menurut Sandjaja (2007), berdasarkan letak atau tempat parasit hidup, maka parasit dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit merupakan jenis parasit yang hidup di luar atau permukaan tubuh inang. Salah satu contoh ektoparasit adalah kutu rambut (Pediculus humanus), sedangkan endoparasit merupakan jenis parasit yang hidup di dalam tubuh inang. Menurut Natadisastra dan Agoes (2009), endoparasit mempunyai kemampuan untuk beradaptasi terhadap jaringan inang sehingga tidak menimbulkan kerusakan serta gejala klinis yang berat. Salah satu contoh endoparasit adalah cacing tambang yang hidup dalam usus manusia.
Menurut Jumar (2000), berdasarkan fase tumbuh inang yang diserang, parasitoid dapat dibedakan menjadi parasitoid telur, parasitoid larva, parasitoid telur-larva, parasitoid larva-telur, parasitoid pupa, dan parasitoid imago. Parasitoid telur merupakan parasitoid yang menyerang inang pada fase telur dan bersifat endoparasitoid. Contoh dari parasitoid telur adalah Anagrus optabilis (Hymenoptera: Mymaridae) merupakan parasitoid telur wereng coklat dan wereng lainnya dan Ooencyrtus malayensis (Hymenoptera: Encyrtidae) sebagai parasitoid telur walang sangit. Parasitoid larva merupakan parasitoid yang menyerang inang yang berada pada fase larva dan ulat. Salah satu contoh dari parasitoid larva adalah Apanteles erionotae (Hymenoptera: Braconidae) yang menyerang larva penggulung daun pisang.  Parasitoid telur-larva merupakan parasitoid yang berkembang mulai dari telur hingga larva. Salah satu contoh parasitoid telur-larva adalah Chelonus sp. (Hymenoptera: Braconidae) yang menyerang penggerek mayang kelapa. Parasitoid larva-pupa merupakan parasitoid yang berkembang mulai inang dalam bentuk larva sampai menjadi pupa. Parasitoid ini lebih menyukai larva instar terakhir yang akan menjadi pupa. Salah satu contoh parasitoid larva-pupa adalah Tetrestichus brontispae (Hymenoptera: Eulopidae) yang menyerang Brontispa. Parasitoid pupa merupakan parasitoid yang menyerang inang pada fase kepompong (pupa). Salah satu contoh parasitoid pupa adalah Opius sp. (Hymenoptera: Braconidae) yang memparasit kepompong lalat buah. Parasitoid imago merupakan parasitoid yang menyerang serangga dewasa. Salah satu contoh parasitoid imago adalah Comperiella unifasciata (Hymenoptera: Encyrtidae) yang memparasit Aspidiotus rigidus.
Apabila dalam satu individu inang hanya terdapat satu ekor parasitoid yang tumbuh dan berkembang secara normal sampai dewasa, maka parasitoid tersebut dikatakan sebagai parasitoid soliter. Contohnya adalah seekor Xanthopimpla flavolineata (Hymenoptera: Icneumonidae) ke luar dari tiap kepompong penggerek batang padi dan hama putih palsu. Sebaliknya, jika beberapa ekor parasitoid dapat berkembang secara normal menjadi dewasa dalam satu individu inang, maka parasitoid tersebut dikatakan sebagai parasitoid gregarius. Contohnya adalah Trichomalopsis apanteloctena yang dapat muncul sebanyak 20-50 ekor dari kepompong ulat herperiid yang terparasit (Jumar, 2000).

Cara Parasitoid Menemukan Inang
Proses penemuan inang oleh parasitoid merupakan sebuah proses yang sangat kompleks dan sophisticated, dimana proses itu perbedaannya tergantung pada jarak inang (long atau short range). Proses perilaku pencarian inang pada parasitoid dapat dikategorikan menjadi 2, yaitu penemuan habitat inang (host habitat finding), dimana merupakan proses pencarian habitat inang dan host location yang merupakan proses pencarian inang dalam habitat inang (Purnomo, 2010).
Proses penemuan inang pada jarak yang panjang selalu ditentukan secara kemikal, berupa kairomon atau synomonyang secara umum berasal dari: (1). diproduksi oleh inang itu sendiri, yang berupa kotoran inang, selama ganti kulit, selama proses makan dan feromon agregasi, atau  kairomon (2). tanaman dimana inang menyerang berupa synomon untuk parasitoid, dan (3). berasal dari interaksi antara inang dan tanaman inang seperti kerusakan selama proses makan inang, yang berupa synomon pada parasitoid. Senyawa kimia sanagat menentukan dapat tidaknya parasitoid mengidentifikasi arah dimana inang itu berada (Purnomo, 2010).
Proses penemuan inang dalam jarak pendek oleh parasitoid sangat ditentukan oleh senyawa kimia tertentu yang memberitahukan kepada parasitoid itu bahwa inangnya sudah dekat, yang membuat parasitoid semakin mengitensifkan pencariannya pada area tertentu. Senyawa kimia ini sering dinamakan arretant yang berupa senyawa kimia yang kuarang volatile dibandingkan senyawa attractans. Senyawa ini sering diprodukis inang ketika dalam proses makan atau peletakan telur (Purnomo, 2010).
Ketika inang sudah ditemukan, beberapa senyawa kimia dan tanda-tanda fisik akan memacu parasitoid untuk meletakkan telurnya, disebut oviposisi. Telur dapat diletakkan dalam hitungan detik seperti pada Ichneumonid yang menyerang larva Lepidoptera atau juga bisa membutukan waktu beberapa jam. Ektoparasitoid umumnya membunuh inang terlebih dahulu dengan menggunakan venom sebelum dapat melakukan oviposisi untuk mencegah inang itu menyingkirkan telurnya yang diletakkan pada permukaan uar tubuh si inang. Hal itu juga membantu melindungi larva parasitoid yang memakan permukaaan luar tubuh inang (Purnomo, 2010).

Manfaat Penggunaan Parasitoid dalam Pengendalian Hayati  
Pengendalian hayati menggunakan parasitoid merupakan upaya menggunakan musuh alami berupa parasitoid. Pengendalian hayati ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan  cara kimia,  antara  lain  tidak  menimbulkan pencemaran lingkungan (Wanta, 2003). Menurut Untung (1996), sebagai agensia pengendalian hayati parasitoid sangat baik digunakan dan selama ini yang paling sering berhasil mengendalikan hama dibandingkan dengan kelompok agensia pengendalian lainnya. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Let's share!