Selasa, 20 Oktober 2015

Surface Active Agents (Surfactant)

Surface Active Agents (Surfactant) merupakan senyawa organik yang bersifat sebagai zat aktif permukaan. Surfaktan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu surfaktan alami dan surfaktat sintetik. Surfaktan alami umunya memiliki bobot molekul besar, sehingga kehadirannya menyebabkan viskositas cukup besar. Jenis surfaktan ini antara lain:
1. Lesitin dan kolesterol.
2. Gom arab dan gom tragacant: merupakan senyawa kompleks dari polisakarida.
3. Lenolin: merupakan senyawa hasil pemurnian malam atau lilin kayu.
4. Alginat: merupakan senyawa yang diperoleh dari rumput laut dengan sifat dan struktur mirip gom.
5. Karagenin: merupakan senyawa ester sulfat dari kompleks polisakarida.
f.        Turunan selulosa: jenis yang banyak dipakai adalah karboksimetilselulosa (CMC).

Surfaktan alami lebih banyak dipakai sebagai emulgator dibanding pembersih atau pembasah. Surfaktan secara umum memiliki struktur molekul yang terdiri dari senyawa hidrokarbon yang bersifat hidrofobik (non polar) dan gugus fungsi yang bersifat hidrofilik (polar). Menurut Efendi (2003) hingga tahun 1965 jenis surfaktan yang biasa digunakan dalam detergen adalah alkylbenzene sulphonate (ABS) yang bersifat resisten terhadap dekomposisi biologis. Kemudian, jenis surfaktan ini diganti dengan Linear Alkylbenzene Sulfonate (LAS) yang dapat diuraikan secara biologis (biodegradable). Selain itu, surfaktan diketahui juga dapat mengganggu transfer gas. Surfaktan berinteraksi dengan sel dan membran sel sehingga menghambat pertumbuhan sel.

Surfaktan pada detergen adalah natrium alkil benzen sulfonat atau natrium alkil hidrogen sulfat. Bahan yang dipakai sebagai builder adalah natrium tripolifosfat atau tetranatrium pirofosfat (Sumardjo, 2009). Permasalahan yang ditimbulkan oleh detergen tidak hanya menyangkut surfaktan, akan tetapi juga berkaitan dengan banyaknya polifosfat yang juga merupakan penyusun detergen, yang masuk ke badan air. Polifosfat dari detergen ini diperkirakan memberikan kontribusi sekitas 50 % dari seluruh fosfat yang terdapat diperairan. Keberadaan fosfat yang berlebih menstimulir terjadinga eutrofikasi (pengayaan) perairan. Kadar surfaktan kationik 0,1-10 mg/liter dan surfaktan non ionik 1-10000 mg/liter dapat menghambat pertumbuhan alga (Effendi, 2003).
Suatu molekul sabun maupun detergen mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang dan ujung ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam pelarut non polar, sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam pelarut polar. Gambar 1 menunjukkan lambang umum suatu surfaktan. Rantai hidrokarbon pada sebuah molekul detergen secara keseluruhan tidak benar-benar larut dalam air. Namun, detergen mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel (micelles), yaitu segerombol (50-150) molekul sabun yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung-ujung ionnya menghadap ke air

NB: Daftar Pustaka (under request, please contact me via turhadibiologi@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Let's share!